We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 370
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Ruang Untukmu 

Bab 370 

Tasya segera menjelaskan, “Tidak, Ayah. Ini tidak ada hubungan dengan itu. Dia menyukai Jodi, tapi aku sudah tidak

menyukainya.” 

Entah kenapa, Tasya merasa bersalah pada Elan saat Ayahnya memarahinya. 

Frans pun terkejut. “Kenapa kamu tidak lagi menyukainya?” 

Tasya mengangkat kepalanya dan menatap Ayahnya, sambil bertanya–tanya apa yang Ayahnya rasakan saat dia

kehilangan istrinya dan terpaksa hidup berdua dengan anak perempuannya. 

“Ayah, apa Ayah pernah membenci keluarga Prapanca?” 

Setelah terdiam sejenak, Frans menjawab, “Untuk apa membenci mereka? Lagi pula saat itu Ibumu bertanggung

jawab untuk menyelamatkan mereka.” 

“Menurut Ayah, apakah Ibu akan tetap hidup kalau Ibu tidak mendedikasikan hidupnya demi pekerjaannya?” tanya

Tasya sambil duduk di samping Frans. 

“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Apa kamu putus dengan Pak Elan karena kamu masih belum bisa menerima

kenyataan bahwa Ibumu mengorbankan dirinya demi menyelamatkan nyawa Pak Elan?” tanya Frans. Dia menatap

Tasya dengan penuh 

rasa kecewa. 

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

“Iya.” ujar Tasya sambil menganggukkan kepalanya. 

“Tapi, Ayah mengenal Ibumu. Kalau ada seorang anak yang akan dibunuh di depannya, Ibumu pasti akan

melakukan segala cara untuk menyelamatkan anak itu.” 

“Apa mungkin Ibu terpaksa menyelamatkannya? Elan kan anak keluarga Prapanca.” ujar tasya sambil menatap

Ayahnya. Elan adalah satu–satunya penerus keluarga, jadi Ayahnya tidak tahu kalau Nyonya Prapanca sudah

mengancam walikota. 

“Saat itu, situasinya sedang kacau dan genting. Penculik itu menarik leher Pak Elan dan hampir memotong

kepalanya. Siapa yang tega melihat hal seperti itu? Ibumu ada di dekal mereka, jadi dia menghajar penculik itu dan

berusaha menyelamatkan Pak Elan sambil memeluknya. Lalu penculik itu menusuk–nusuk Ibumu seperti orang gila.

Tak lama, petugas lain datang menyelamatkan Pak Elan, sedangkan penculik itu ditembak dan mati di tempat.

Sayangnya, Ibumu meninggal dunia.” 

Tasya memejamkan matanya dan membayangkan kejadian penculikan itu. Tak terasa, Tasya menangis karena dia

merasa patah hati, 

“Baiklah. Kalau kamu tidak bisa menerima hal itu, kita putuskan segala hubungan dengan keluarga Prapanca.

Selama itu tidak membuatmu marah,” ujar Frans 

berusaha menenangkan Tasya. Dia mengerti apa yang Tasya rasakan. 

Setelah makan malam, Frans berkata, “Kenapa kamu tidak bekerja di perusahaan Avah? Mulai sekarang, Ayah akan

mengajarimu cara mengelola perusahaan.” 

“Apa Avah yakin akan memberikan perusahaan padaku?” tanya Tasya sambil menatap Frans. Selain Tasya, Frans

masih punya anak perempuan lainnya. 

“Avah hanya bisa mengandalkanmu. Kamu pikir Ayah akan percaya pada Elsa?” ujar Frans sambil menghela napas.

“Dia selalu dimanja sejak kecil, jadi dia cuma tahu cara menghambur–hamburkan uang saja. Setidaknya Ayah bisa

mengandalkanmu untuk mengelola perusahaan. Ayah hanya berharap kamu tidak memperlakukan saudaramu

dengan kejam nanti.” 

Seketika, Tasya merasa sesak. Dia menganggukkan kepalanya dan berkata, “Baiklah. Setelah aku mengantar Jodi

ke sekolah besok, aku akan mampir ke kantor.” 

Tasya melanjutkan, “Ada satu hal lagi yang ingin kukatakan pada Ayah. Aku sudah tahu siapa pelaku dibalik

kematian Ibu. Dia adalah Rully Prapanca, Pamannya Elan.” 

“Apa? Kamu yakin?” 

“Dia adalah dalang dibalik penculikan Elan dan Elan akan menyelidiki tuduhan ini. Kalau nanti mereka meminta

kesaksian Ayah, tolong bekerjasamalah dengan mereka agar polisi bisa menangkap si pembunuh dan pembunuh

Ibu itu diadili secepat mungkin.” 

“Baiklah, Ayah akan membantu sebisa Ayah jika diperlukan.” ujar Frans. Tentu saja, dia tidak akan membiarkan

pembunuhnya bebas. 

Setelah mengantar Ayahnya pulang, ponsel Tasya berdering. Ketika dia melihat nama yang muncul di layar

ponselnya, dia terdiam sejenak. 

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Elan menelponnya. 

Setelah mengambil napas dalam–dalam, Tasya pun mengangkat teleponnya. “Halo?” 

“Polisi memintamu datang untuk membuat kesaksian. Apa kamu harus mengantar Jodi besok?” 

“Iya, aku harus mengantarnya ke sekolah,” jawab Tasya. 

“Baiklah, apa kamu perlu aku temani besok?” 

“Tidak. Aku bisa sendiri,” tolak Tasya lalu menutup teleponnya. 

Setelah mengantar anaknya ke sekolah keesokan harinya, Tasya bergegas ke kantor polisi bersama Maya untuk

memberikan kesaksiannya. 

Mereka menjelaskan bagaimana insiden penculikan itu terjadi. Kesaksian Tasya juga direkam, tapi dia tidak

memberitahu polisi apa yang dikatakan Rully padanya. 

Ketika mereka keluar dari kantor polisi, mereka berpapasan dengan Elan. 

Tasya tahu kapan Elan datang dan tahu kenapa dia Elan sedang menunggu disana. 

“Halo, Pak Elan,” sapa Maya terkejut dengan dengan kedatangan Elan. 

“Maya, kamu ke kantor dulu saja!” ujar Tasya pada Maya. 

“Baiklah. Saya permisi dulu.” ujar Maya lalu bergegas pergi karena dia tidak mau mengganggu pasangan ini.

 

Previous Chapter

Next Chapter