We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 399
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Ruang Untukmu 

Bab 399 

Bibi T arung mcral dan lembut memberi isyarat padanya, lanerarna saatatapan matanya berubah tak tentuga dan

menyimpan bahava. 

Sebelum lama menyadari, Elan iclah menckan tubuhnya pada jendela, menciumninya. Namun, Tasa menahan

pinggangnya sambil menggigil. 

Ya Tuhan, dia takut akan keunggian! 

Tara udak dapat menahan kepanikannya diickan demikian rupa pada jendela 

Namun, kegugupannya semakin membuat Elan bernapsu. Ciuman posesinya menggeliuk svanaf sensorisnya, dan

membuanya kewalahan. 

Tasya menjcpii pinggang Elan ketika akhirnya tidak dapat menahannya lagi, karena dirinya hampir saja runtuh. 

Elan akhirnya melonggarkan pelukannya. “A–aku menderita ketakutan akan ketinggian!” kata Tasva dengan tersipu

malu sambil meraih tas tangannya. “Aku akan membayar tagihan.” 

Setelah keluar dari restoran, Tosya berkata, “Aku masih harus membeli sesuatu. Bagiumana bila kamu pulang

terlebih dahulu?” 

Jelas, dia tidak ingin Elan mengantarnya pulang: 

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

“Mau cari apa? Aku ikut denganmu.” Bagaimana bisa ia menginggalkan perempuan ini disini sendiri padahal sudah

malam seperti ini?! 

“Aku akan nonton film dengan seorang teman.” Tasya memeriksa jam tangan dan melihat wakuu sudah

menunjukkan lebih dari 8 malam. Dia masih sempat mengejar jam tavangnya. 

“Teman apa?” Elan tahu gaya hidup dan lingkaran sosialnya lebih daripada yang diketahui Tasta. 

Sadar bahwa rencananya udak berhasil, Tasya memegang keningnya dan mengikui, “Baiklah. aku tidak akan

bertemu teman, dan aku juga udak akan membeli sesuatu. Aku hanya tak ingin kamu mengantarku pulang. Puas?” 

Elan menyenngai. “Apakah kamu benar–benar takut padaku?” 

Tiba–uba, Tasya ingin sekali menonton tilm. Karena harus menjaga Jodi, sudah bertahun–tahun rasanya sejak

terakhir ia mengunjungi bioskop, la lalu berbalik menghadap Elan “Maukah kim menonton film?” 

“Tentu!” Elan lebih dari bahagia melakukan segalanya bersamanya 

Pasangan itu segera menuju mal terdekat karena Tasya sudah membeli tiket secara daring: Sosok Elan yang tinggi

dan tampan terlihat menonjol di antara kerumunan dan menarik perhatian. Sebagian menyangka ia adalah

selebriti, yang lain menyangka ia seorang model. 

la akan membuat orang terpana saat pandangan pertama dan tenggelam pada pandangan kedua. 

Karena keluarga Prapancamclindunginya dari mata publik sejak ia kanak kanak, baka wajar bila kebanyakan orang

tidak mengelalui siapa dia, 

Saatuba waktu untuk memasuki bioskop, Tasya menyerahkan minuman pada Elan sebelum mereka duduk dan

menikmati film. 

Ditengah kegelapan, Elan menggenggam tangan Tasya dan jari jari mereka terjalin rapat. Ketika sampai pada

adegan romantis, Elan menatap Tasya dengan tatapan berbinar dan pemikat, karena ia memimpikan mclakukan

adegan itu bersamanya. 

Wajah Tasya merona merah di antara kegelapan ruang bioskop, tersipu malu. Seseorang tidak hanya sedang

bermain dengan tangannya, ictapi juga menggesek–gesekkan telapak tangannya dengan penuh gairah. 

Wajah Tasya bersemu merah sepanjang film, dan tidak memiliki tanda sedikitpun tentang apa yang tadi

ditontonnya. Yang diingatnya adalah kegelisahan Elan. 

Mengapa ia menawarkan usul untuk menonton film?! 

Saat ini sudah pukul 11.30, tepat ketika mereka meninggalkan bioskop. Elan melingkarkan lengannya pada tubuh

Tasya sambil berjalan menuju mobil yang diparkir di area luar. Sosok tingginya berperan sebagai penghalang angin

bagi Tasya, melindunginya dari deru angin musim dingin. 

Setelah masuk ke dalams mobil, Elan berkata pasti pada Tasya, “Kita langsung pulang ya!” 

“Tentu!” Tasya mengangguk sebelum mengeluarkan ponselnya untuk memeriksa pesan masuk. Kemudian, ia

memeriksa halaman berisi berita terpopuler dan mendapatkan kabar tentang Safira menyatakan kebangkrutannya

di mana–mana. 

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Setelah itu, ia memandang laki–laki yang tengah mengemudi. Sinar biru gelap di dalam mobil menonjolkan

kebangsawanannya. Jari tangannya yang ramping mengontrol roda kemudi dengan anggun, persis seperti cara dia

mengendalikan dunia komersial dengan luwesnya. 

“Apakah aku pemandangan yang patut ditatapi begitu rupa?” Elan tersenyum sambil terus melihat ke depan,

tampak seolah tahu bahwa Tasya tengah memandanginya. 

“Ya!” 

“Maukah kamu memiliki aku? Aku sangat mudah untuk didapat. Kamu hanya perlu merahku, dan aku menjadi

milikmu,” candanya. 

“Tak mau,” jawabnya dengan malu–malu. 

“Hmm, kalau begitu, bolehkah aku memilikimu?” Elan bertanya lagi. 

*Tidak.” 

“Sangat dingin hari ini. Aku bisa membantu menghangatkan tempat tidurmu.” 

Tasya tersedak saat menatap ke luar jendela. “Terima kasih, tetap tidak. Mesin pemanas ruanganku bekerja dengan

sangat baik sejauh ini.” 

Tasya menoleh padanya dan tertawa. “Aku masih bisa membayar tagihannya.” 

 

Previous Chapter

Next Chapter