We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 859
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 859

69%

5 mutiara

Raditya mengamati mereka berdua lalu berkata pada Teddy, “Lanjutkan larimu.”

Teddy tidak berani membantah. Dia melambaikan tangan ke Anita sambil tersenyum. “Saya mau melanjutkan lari

dulu, Nona Maldino. Selamat beristirahat!”

Anita merasa gusar setelah melihat Teddy berlari ke kejauhan. Dia menoleh ke Raditya dan berkata dengan sedikit

penyesalan, “Dia sudah lari jauh dan menemani saya pulang ke sini, tetapi kamu malah menyuruhnya untuk berlari

lagi. Apakah tak akan terjadi suatu hal

padanya?”

“Ini urusan antara saya dan anak buah saya, Nona Maldino. Seharusnya kamu tidak ikut campur,” ucap Raditya

dengan santai.

Anita menggigit bibirnya merasa sedikit malu, tetapi masih merasa sedikit bersalah pada Teddy.

Dia kemudian pergi ke kantin. Sepertinya semua orang sudah mendengar berita tentangnya, dan banyak yang

menyapa dan bersikap sangat sopan terhadapnya.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Setelah sarapan, Anita menyadari bahwa dia tidak punya ponsel, laptop, bahkan akses internet. Rasanya seperti

kembali ke masa lalu dan hidup di masa belum ada internet. Dia sangat bosan di kamarnya, maka segera

memutuskan untuk berkeliling tempat itu.

Anita memilih berjalan di jalan setapak. Setelah beberapa saat, dia mendengar seseorang memanggil namanya.

Dia menoleh dan melihat dua orang laki-laki dengan tangan penuh kelinci liar yang baru saja diburu berjalan

menghampirinya.

“Anda pasti Nona Maldino!”

“Iya, benar. Kalian usai berburu?” Anita penuh rasa ingin tahu.

“Iya! Ada banyak kelinci liar di sekitar sini, maka kami memutuskan untuk menangkap beberapa ekor untuk

ditambahkan pada menu makanan,” ucap laki-laki yang lebih tua.

Laki-laki yang lain terlihat sedikit lebih muda. Wajahnya merona merah ketika melihat Anita dan terlalu malu untuk

berbicara padanya.

Keduanya menganggap Anita sebagai perempuan yang sangat cantik yang jarang mereka temui secara langsung.

Dia bahkan lebih cantik daripada bintang film dan para pesoroh lain.

“Ke mana jalan kecil ini menuju? Saya ingin berjalan-jalan,” tanya Anita.

“Jalan ini menuju ke belakang gunung, area yang cukup berbatu. Anda perlu berhati-hati.”

“Sudah tentu!” Anita kemudian memberikan senyuman menawan kepada mereka.

“Seharusnya Anda tidak boleh jalan terlalu jauh. Saya khawatir Anda akan tersesat.”

Anita mengangguk. Dia hanya ingin berjalan-jalan karena bosan, dan percaya penuh pada intuisi arah dan persepsi

mangnya, maka agak sangsi bila dirinya akan tersesat di tengah hutan seperti yang selalu dikatakan orang.

Oleh karena itu, dia melanjutkan perjalanan santainya. Dia bahkan menemukan buah zaitun putih liar yang Teddy

petik untuknya tadi. Rasa manis dan asam menyerap pada lidahnya.

Sayangnya, pohon ini tidak memiliki banyak buah yang matang. Anita membutuhkan waktu cukup lama untuk

menemukan buah yang matang untuk dimakan. Dia merasa sangat bahagia saat mengunyahnya.

Dia lanjut menyusuri jalan, dan tak lama kemudian tiba di dataran berbatu.

Sementara itu, di gerbang masuk utama markas, Raditya keluar untuk mencari Anita karena baru saja menerima

informasi yang mengharuskannya mengajukan beberapa pertanyaan padanya.

“Apakah ada yang melihat Anita?” Raditya bertanya pada orang-orang yang masuk ke dalam markas. Dua orang

laki-laki yang berburu kelinci ada di antara mereka, lalu salah satunya segera menjawab, “Pak Laksmana, saya

melihat Nona Maldino berjalan menuju ke balik gunung.”

Raditya merasa kepalanya sedikit berdenyut sambil menghela napas. Dia memang perempuan yang menyusahkan.

Tidak bisakah dia tinggal di kamarnya dan membaca satu dua buku? Area belakang gunung itu penuh dengan batu

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

tajam dan bergerigi, bukan tempat untuk bersenang-

senang.

Dia langsung menyusuri jalan setapak yang menuju ke balik gunung.

Ini pertama kalinya Anita melihat bukit berbatu seperti itu. Dia melihat beberapa batu besar yang tampak cukup

datar, dan segera memutuskan untuk mencoba memanjat sisi samping tumpukan batu itu.

Mungkin sebagian besar orang memang suka mengambil risiko, dan dia adalah salah satunya. Dia ingin menantang

dirinya dan melihat apakah bisa memanjat bukit berbatu itu. Selain itu, bunga-bunga liar yang tumbuh di puncak

bukit berbatu tampak begitu indah. Dia ingin memanjatnya sampai ke atas dan melihatnya lebih dekat lagi.

Anita menginjak salah satu batu dan berpegangan pada batu yang lain agar tubuhnya tetap seimbang. Kemudian,

dia memanjat jalur yang tampaknya pernah dilalui orang lain untuk juga memanjat bukit ini.

Dia memanjat dan terus memanjat dan perlahan mulai menyadari, meskipun tampak mudah, ternyata jauh

melelahkan daripada yang diduganya. Setelah itu, dia tidak bisa menemukan batu lagi untuk kakinya berpijak.

Rasanya seperti tidak ada jalan lagi untuknya bisa memanjat lebih jauh ke atas.

Tiba-tiba, seseorang berteriak ke arahnya, “Apa yang sedang kamu lakukan?”

“Ah!” Anita terkejut setengah mati. Di waktu yang sama, pegangannya terlepas dan kakinya juga terpeleset dari

pijakan, akhirnya dia jatuh dari ketinggian sekitar tiga meter.

Laki-laki yang memanggilnya langsung berlari kencang untuk menangkapnya, tetapi terlambat. Anita jatuh ke

tanah, pergelangan kakinya terkilir saat mendarat. Dia pun menjerit kesakitan.